Selasa, 13 Maret 2012

Menggugat Kebijakan Energi


Kebijakan BBM. KArikatur Investor Daily 27 Februari 2012 Kebijakan BBM. KArikatur Investor Daily 27 Februari 2012
Rencana kenaikan harga BBM per 1 April 2012 yang diumumkan pekan lalu mengundang berbagai pertanyaan. Langkah itu menunjukkan bahwa pemerintah tidak memiliki kebijakan energi dan perencanaan yang matang. Wajar belaka bila kebijakan kenaikan harga BBM itu kini digugat.

Pertama, kenaikan harga BBM akan selalu diikuti oleh kenaikan harga barang dan jasa lainnya. Perusahaan angkutan sudah berancang-ancang menaikkan tarif angkutan. Perusahaan manufaktur pun mulai menghitung kenaikan harga barang.

Pengumuman rencana kenaikan harga BBM yang terlalu jauh dari masa berlaku kebijakan baru itu akan menimbulkan dua kali kenaikan harga. Sejak pekan lalu, harga pangan dan bahan kebutuhan pokok lainnya sudah merangkak naik. Pada 1 April, ketika harga BBM baru diberlakukan, harga bahan kebutuhan pokok akan dinaikkan lagi. Pada masa lalu, kenaikan harga BBM berlaku efektif sejak saat kebijakan baru itu diumumkan.

Kedua, pemerintah melanggar janjinya untuk tidak menaikkan harga BBM tahun ini. Berulang kali sejak akhir 2011, pemerintah menegaskan bahwa tidak akan ada kenaikan harga BBM pada 2012.

Wapres Boediono dan menko perekonomian dalam pertemuan dengan pemred media massa menegaskan, pemerintah tidak akan menaikkan harga BBM. Untuk mengurangi subsidi BBM yang membengkak akibat tingginya laju konsumsi, pemerintah memilih pembatasan pemakaian BBM bersubsidi.

Menkeu dalam pertemuan awal tahun dengan para pemred juga menegaskan hal yang sama. Pemerintah tidak mau melangggar UU APBN 2012. Dalam APBN tahun berjalan, DPR RI dan pemerintah sudah bersepakat menggunakan mekanisme pembatasan pemakaian BBM, meski pada saat yang sama para pengamat menyarankan kenaikan harga BBM.

Menteri ESDM pun berulang kali meyakinkan pers bahwa pemerintah sudah siap dengan pembatasan BBM. Penegasan pemerintah soal harga BBM menjadi pertimbangan berbagai pihak, termasuk Bank Indonesia dalam menentukan arah suku bunga. Pada 9 Februari 2012, bank sentral menurunkan BI rate 0,25% menjadi 5,75% dan memberikan sinyal untuk menurunkan lagi ke 5,00% jika tidak ada lonjakan inflasi akibat administered price. Dengan menaikkan tarif dasar listrik, BI memprediksi inflasi tahun ini 4,5% dan bila ada kenaikan harga BBM, inflasi bisa 5,5%.

Ketiga, kenaikan harga BBM tahun ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak mempunyai perencanaan yang matang. Tahun lalu, hasil studi tiga perguruan tinggi negeri terkemuka–UI, UGM, dan ITB–menyarankan kenaikan harga BBM dikombinasikan dengan pembatasan pemakaian premium. Tahun lalu, saat laju inflasi hanya 3,7%, adalah momentum yang tepat untuk menaikkan harga BBM. Kenaikan harga BBM tahun ini agak berisiko karena kondisi ekonomi global diprediksi semakin tidak menentu.

Komite Ekonomi Nasional (KEN), lembaga think-tank bentukan Presiden SBY, beberapa kali mengingatkan pemerintah untuk tidak menaikkan harga BBM pada situasi global kemungkinan memburuk. Pemerintah akhirnya berubah pikiran karena dinamika global yang sangat cepat.

Harga minyak mentah yang menjadi acuan APBN tahun berjalan sudah mencapai rata-rata US$ 115 per barel, jauh di atas patokan APBN 2012 sebesar US$ 90 per barel. Hasil studi menunjukkan, setiap kenaikan 1% harga BBM, konsumsi BBM juga turun 1%. Dengan asumsi harga premium dan solar naik Rp 1.000 per liter dan konsumsi BBM bersusidi 40 juta kiloliter, dana subsdi yang bisa dihemat Rp 21 triliun. Pada 2011, pemerintah harus menanggung subsidi BBM hingga menembus Rp 100 triliun.

Setuju atau tidak, kebijakan menaikkan harga BBM sudah diambil pemerintah. Kini, yang perlu kita lakukan adalah upaya meredam dampak buruk dari kebijakan yang paling mudah dilakukan ini. Dalam situasi global yang tidak menentu dan sebagian rakyat yang masih hidup di bawah garis kemiskinan, para pengusaha dan pedagang diimbau tidak memanfaatkan momentum untuk menaikkan harga barang dan jasa.

Jika api inflasi kembali berkobar, berbagai target ekonomi makro akan meleset dan upaya penurunan suku bunga kredit akan terganggu. Untuk mencegah penurunan kualitas hidup masyarakat miskin, uang tunai perlu diberikan meski kebijakan itu rawan. Pemerintah sedang menghitung nilai bantuan langsung tunai (BLT) kepada keluarga miskin.

Kebijakan yang sama pernah diluncurkan tahun 2005 dan 2008 sebesar Rp 100.000 per orang atau Rp 300.000 per keluarga. Kebijakan yang diberikan menjelang pemilu 2009 mengundang banyak kritik akibat besarnya manfaat politik bagi partai berkuasa dan tentu saja kandidat presiden.

Kenaikan harga BBM yang selalu menimbulkan kehebohan adalah dampak dari tiadanya kebijakan energi nasional. Ke depan, pemerintah harus memiliki kebijakan energi nasional yang tepat dan dilaksanakan dengan konsisten tanpa dipengaruhi kepentingan politik sesaat. Subsidi BBM masih perlu diberikan, tapi tidak kepada harga, melainkan kepada orang. Pembatasan BBM bersubsidi jangan sampai kendur. Kendaraan pribadi waijib menggunakan pertamax dan tidak diperkenankan menggunakan premium, jenis BBM yang masih disubsidi.

Konversi BBM ke bahan bakar gas (BBG) harus tetap dijalankan meski ada pengurangan subsidi BBM. Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa cadangan minyak mentah sangat minim dan Indonesia sudah menjadi net oil importer. Sedangkan cadangan gas nasional masih besar, lebih dari cukup untuk menopang transportasi yang murah dan sehat.

Pemerintah perlu menetapkan kebijakan energi yang jelas agar penjualan gas alam diprioritaskan ke dalam negeri, baik untuk keperluan industri maupun transportasi. Penghematan dana subsidi BBM harus dialihkan untuk membiayai pembangunan infrastruktur gas, transportasi umum, dan infrastruktur transportasi. Subsidi BBM yang menembus Rp 100 triliun setahun–dan sebagian besar jatuh ke tangan konsumen berduit–tidak bisa kita biarkan terus-menerus terjadi, dan kunci perbaikan keadaan adalah kebijakan energi nasional yang baik, yang diimplementasi secara konsisten.
http://www.investor.co.id/tajuk/menggugat-kebijakan-energi/30747

Tidak ada komentar: